«Malfūzhāt I : 2—5, London, 1984; penerjemah: Mukhlis Ilyas»
HENDAKNYA diketahui apa faedahnya yang terkandung dalam baiat dan mengapa hal itu perlu.
Sebab selama faedah dan nilai sesuatu tidak diketahui maka ia tidak memiliki nilai di pandangan mata.
Sebagaimana manusia menyimpan berbagai macam harta kekayaan di dalam rumahnya—seperti uang rupiah, uang sen, uang, kori (pecahan uang terkecil–pen.), kayu, dan sebagainya—maka pemeliharaan segala sessuatu itu tergantung pada jenis bendanya.
Dia tidak akan menyiapkan sarana-sarana untuk menjaga uang kori sedemikian rupa sebagaimana yang ia harus lakukan untuk uang sen dan rupiahnya.
Bagi kayu dan lain sebagainya, dia akan letakkan begitu saja di sudut ruangan.
Dia tidak akan menyiapkan sarana-sarana untuk menjaga uang kori sedemikian rupa sebagaimana yang harus ia lakukan untuk uang sen dan rupiahnya.
Bagi kayu dan lain sebaginya dia akan letakkan begitu saja di sudut ruangan.
Yakni, suatu benda yang kalau hilang akan menimbulkan kerugian lebih besar maka penjagaannya akan lebih ketat.
Demikian pula halnya dalam baiat, masalah yang paling besar adalah taubat, yang berarti rujuk (kembali).
Ini adalah suatu kondisi di mana seorang manusia mempunyai hubungan erat dengan dosa dan dia telah menganggapnya sebagai tanah air, seolah-olah ia telah menetapkan tempat tinggalnya di dalam dosa itu, maka arti taubat adalah dia harus meninggalkan tanah air tersebut, sedangkan arti rujuk adalah ‘menempuh kesucian.’
Meninggalkan tanah air adalah suatu hal yang sangat berat dan menimbulkan berbagai macam penderitaan.
Seseorang yang yang meninggalkan rumahnya, betapa ia merasakan kepedihan.
Dan dalam meninggalkan tanah-air, dia terpaksa ia harus memutuskan hubungan dengan segenap handai-taulan dan segala sesuatu—seperti tempat tidur, tanah, lorong-lorong, dan pasar-pasar—semuanya harus dia tinggalkan, pergi ke tempat baru, yakni dia tidak akan pernah kembali ke tanah airnya.
Itulah yang dinamakan taubat.
Sahabat dosa itu lain dan sahabat takwa pun lain, para sufi menyebut perubahan ini maut (kematian).
Barangsiapa bertaubat, dia terpaksa menanggung kesusahan yang besar.
Dan ketika melakukan taubat sejati, dia akan dihadang oleh kesulitan-kesulitan besar, dan Allāh Ta‘ālā Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Selama Dia tidak menganugerahkan ganjaran nikmat atas seluruh hal itu, Dia tidak akan menghantamnya.
Selama Dia tidak menganugerahkan ganjaran nikmat atas seluruh hal itu, Dia tidak akan menghantamnya.
Hal inilah yang diisyaratkan di dalam ayat “Inna'l-Lāha yuḥibbu't-tawwābīna—sesungguhnya Allāh mencintai orang-orang yang bertaubat. (QS [Al-Baqarah] 2: 223).”
Yakni, setelah orang itu taubat, dia akan menjadi gharib (asing) dan miskin.
Oleh karena itulah Allāh Ta‘ālā menyayangi dan mencintainya serta memasukkannya ke dalam kelompok orang-orang shalih (saleh).
Agama-agama lain tidak menganggap Tuhan itu Maha Pemurah (Ar-Raḥmān) dan Penyayang (Ar-Raḥīm), orang-orang Kristen menganggap Tuhan sebagai Penganiaya dan menganggap anak-Nya sebagai Pengasih, sebab sang Bapak tidak mengampuni dosa, melainkan sang Anak-lah yang mengorbankan nyawanya untuk memperoleh pengampunan dosa.
Sungguh suatu kebodohan yang amat sangat, betapa besarnya perbedaaan antara Bapak dan Anak, padahal antara Bapak dan Anak terdapat kesamaan dalam hal akhlak dan tingkah laku.
Seandainya Allāh bukan Maha Pemurah maka manusia tidak akan bisa hidup barang sedetik pun.
Dia-lah Tuhan yang sebelum adanya amal manusia telah menciptakan ribuan benda untuk keperluan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu dapatkah Dia dianggap tidak akan mengabulkan taubat serta amal?
Bukanlah hakikat dosa bahwa Tuhan menciptakannya lalu setelah ribuan tahun kemudian barulah Dia teringat akan pengampunan dosa.
Sebagaimana lalat memiliki dua sayap—pada salah satu sayap terdapat penawar racun, sedangkan pada sayap lainnya terdapat racun—demikian pulalah manusia memiliki dua sayap, yang satu adalah sayap dosa, dan yang kedua adalah sayap penyesalan, taubat, dan kedukaan.
Ini adalah satu ketentuan. Sebagaimana ketika seseorang menghajar (memukul) budak (hamba sahaya) maka kemudian ia akan merasa menyesal—seolah-olah kedua sayapnya sama-sama bereaksi—bersama racun itu terdapat penawar.
Kini, yang menjadi persoalan adalah, mengapa racun itu diciptakan?
Maka jawabannya adalah, bahwa walaupun ini merupakan sebuah racun, namun ia juga memiliki potensi sebagai penawar bagi racun yang mematikan.
Seandainya tidak ada dosa maka racun kesombongan (keangkuhan) akan merajalela di dalam tubuh manusia, dan dia akan binasa.
Taubat itulah yang menangkalnya.
Dosa menghindarkan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh ketakaburan dan keangkuhan.
Tatkala Nabi ma‘ṣum (suci dari dosa)—saw. saja melakukan istighfar sebanyak tujuhpuluh kali [setiap hari] maka apa pula yang harus kita lakukan?
Yang tidak bertaubat dari dosa adalah orang yang menyenangi dosa, sedangkan orang yang menganggap dosa itu sebagai dosa, akhirnya ia akan meninggalkan [dosa] itu.
Di dalam Ḥadīts dikatakan, bahwa tatkala seorang insan berkali-kali menangis di hadapan Allāh memohon pengampunan, maka akhirnya Allāh akan berfirman, “Kami telah mengampuni engkau, kini apa pun yang dikehendaki hati engkau, lakukanlah”, artinya hati orang itu telah diubah, dan kini baginya dosa merupakan suatu hal yang buruk.
Sebagaimana orang melihat seekor domba sedang makan kotoran, maka ia tidak akan memakannya (memakan dagingnya), nah demikian juga halnya seorang insan yang telah diampuni Allāh ia tidak akan berani berbuat dosa.
Orang-orang Islam sangat membenci daging babi, padahal mereka melakukan ribuan pekerjaan haram dan terlarang lainnya.
Hikmah yang terdapat di dalamnya adalah, telah diberikan contoh kebencian (ketidak-sukaan), dan telah diberikan pengertian bahwa demikian jugalah manusia hendaknya membenci dosa.
Orang-orang yang berdosa sama sekali hendaknya jangan berhenti berdoa karena menganggap banyaknya dosa dan lain sebagainya.
Pada akhirnya, melalui doa, dia bakal menyaksikan betapa dia akan menganggap dosa itu suatu hal yang buruk.
Orang-orang yang tenggelam di dalam dosa lalu putus asa atas pengabulan doa dan tidak kembali pada taubat, akhirnya mereka akan mengingkari para nabi dan pengaruh-pengaruhnya.
Ini adalah hakikat taubat dan mengapa ia merupakan bagaian dari baiat.
Masalahnya adalah manusia telah tenggelam dalam kelalaian.
Ketika dia baiat, dan melalui tangan seseorang telah dianugerahkan perubahan itu oleh Allāh Ta‘ālā, maka sebagaimana akibat okulasi (tempelan) pada sebuah pohon akan menimbulkan perubahan pada sifat-sifatnya, seperti itu pula melalui okulasi maka berkat-berkat dan nur-nur [yang terdapat dalam diri orang yang telah memperoleh perubahan tadi] akan melekat padanya.
Dengan syarat bahwa ia harus benar-benar mempunyai hubungan dengannya.
Hendaknya jangan seperti cabang kering, melainkan menyatulah sehingga menjadi cabangnya.
Sejauh mana ia menyatu maka sejauh itulah ia akan memperoleh manfaatnya.
Baiat yang hanya sebagai adat (formalitas) belaka tidak akan memberikan manfaat.
Orang-orang yang masuk melalui baiat seperti itu akan sulit.
Ia akan terhitung masuk tatkala dia benar-benar telah meninggalkan dirinya dan menyatu dengan penuh kecintaan serta keikhlasan dengannya.
Orang-orang munafik—dikarenakan tidak memiliki hubungan sejati dengan Yang Mulia Rasūlu'l-Lāh saw.—akhirnya tetap tidak beriman.
Di dalam diri mereka tidak timbul kecintaan dan keikhlasan hakiki.
Oleh karena itu ikrar “Lā ilāha illa'l-Lāhu (tiada tuhan kecuali Allāh)” secara zahiriah tidak memberikan manfaat pada diri mereka.
Jadi, meningkatnya hubungan-hubungan ini adalah suatu hal yang sangat penting.
Jika seandainya dia (pencari) itu tidak meningkatkan hubungan-hubungan tersebut, serta tidak berusaha mencobanya, maka keluh-kesahnya tidak akan berfaedah.
Hendaknya hubungan kecintaan dan keikhlasan itu ditingkatkan.
Sedapat mungkin hendaknya sewarna dengan insan mursyid (yang mendapat bimbingan) dalam segala cara dan itikadnya.
Nafsu menjanjikan umur yang panjang, Itu adalah tipuan.
Umur tidak dapat dipercayai.
Hendaklah segeralah tunduk ke arah kebenaran dan ibadah, serta hendaknya terus menghitung (menghisab) dari subuh hingga petang.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar